POTENTIAL INVESTMENT

Strategy for Post-Covid Recovery, Business Leadership for The New Era and Approach for Potential Investment

Sekolah Bisnis (SB-IPB) kembali mengadakan Business Talk Series (BTS) ke-9 via daring yang dihadiri oleh sekitar 150 peserta pada Rabu, 9 September 2020. Webinar kali ini menghadirkan dua pembicara yang sekaligus merupakan alumni DMB SB IPB yaitu Dr. Bambang Siswaji yang menyampaikan topik “Investment Approach to Support the Recovery of Economy Affected by Covid-19” dan Dr. Irvandi Gustari, SE, MBA yang membahas mengenai “Effectiveness of Strategic Leadership in Crisis Management”.

Webinar dibuka oleh moderator yaitu Asaduddin Abdullah, MSc yang merupakan Dosen SB-IPB tepat pukul 13.00 WIB. Acara dimulai dengan penampilan video profil IPB dan SB-IPB, lalu sambutan oleh Prof. Dr. Noer Azam Achsani, MS selaku Dekan SB-IPB, dan dilanjutkan dengan presentasi kedua pembicara.

Direktur Utama PNM Investment Management, Dr. Bambang Siswaji mengawali pemaparan dengan menunjukkan arus lingkar pendapatan (circular flow of income) dan menjelaskan bahwa pertumbuhan PDB saat ini sedang menurun sehingga menyebabkan kontraksi di Kuartal II tahun 2020. Penurunan perekonomian dunia ini ternyata sudah dirasakan sebelum pandemi dari angka 3,6% menjadi 2,9% pada tahun 2019. Pada pembahasannya, beliau juga menegaskan tentang pentingnya mengetahui penyebab terjadinya krisis sehingga dapat mengatasinya dengan baik. Beliau memfokuskan pada cakupan perusahaan, pasar tenaga kerja, rumah tangga, serta pasar barang dan jasa karena merepresentasikan kegiatan sektor riil, mencerminkan kegiatan produksi dan pendapatan riil dari sektor ini. Aliran yang dapat menambah volume yaitu investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor, yang kemudian disebut injection. Sementara aliran yang mengurangi volume yaitu saving, pajak, dan impor, yang kemudian disebut leakages. Terjadinya kontraksi menunjukkan bahwa saat pandemi ini, injection kurang dari leakages.

Dipaparkan juga oleh Pak Bambang bahwa telah terjadi negative multiplier effect saat pandemi Covid-19. Hal ini berdampak beruntun kepada seluruh bidang bisnis karena berkaitan satu dengan yang lain. Pada saat seperti ini juga memicu meningkatnya pengangguran yang akan menimbulkan kerawanan jika tidak diatasi dengan segera. Pemerintah telah melakukan solusi, salah satunya adalah Program Pemulihan Ekonomi dari sisi kebijakan fiskal ekspansif, kebijakan moneter oleh BI, dan institusi keuangan. Program ini dianggarkan sebesar 695,2 triliun rupiah untuk bidang kesehatan, sosial, sektoral, UMKM, insentif usaha, dan pembiayaan korporasi. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan institusi keuangan dapat tetap mendukung investasi pada korporasi, konsumsi dan produksi pun diharapkan bertahan atau bahkan meningkat.

Pada kondisi seperti sekarang ini, tantangan utama yang harus dihadapi dan diperbaiki adalah keyakinan konsumen yang rendah. Keyakinan konsumen berpotensi meningkat atau kemungkinan melakukan spending ketika melihat ekonomi meningkat, meningkatnya indeks pasar modal, serta masalah utama yaitu pandemi ini berkurang. Maka dari itu, pemerintah harus menjadi pengelola utama program dengan baik. Program yang dirancang harus jelas dan targetnya juga harus jelas. Pemerintah pun dapat lebih aktif melakukan investasi langsung kepada kesehatan, pertanian, pariwisata, perumahan sederhana, serta infrastruktur untuk meyakinkan konsumen karena sektor tersebut akan menstimulasi peningkatan GDP.

Beliau juga menjelaskan terkait investasi di pasar modal, risiko investasi, dan manfaat reksadana. Dengan melakukan investasi di saat pandemi ini akan berpotensi memicu sentimen positif di masyarakat. Hal ini diperkuat dengan penjelasan beliau bahwa indeks pasar modal akan tumbuh berkorelasi dengan pertumbuhan GDP. Jadi, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi investor untuk masuk. Pada intinya, pemerintah perlu bekerja sama dengan berbagai pihak guna mengembalikan keyakinan konsumen dan pebisnis. Bahkan beliau menambahkan, bahwa pandemi ini dapat dimanfaatkan untuk reset perekonomian, dan bangkit kembali didasarkan keunggulan kompetitif, ramah lingkungan, dan sosial.

Pemaparan dilanjutkan oleh Pak Irvandi. Diawali dengan penjelasan terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini minus sejak Desember 2019 sebesar -1,74 persen dan terus menurun hingga Juni 2020 sebesar 4,19 persen. Pertumbuhan negatif ini menunjukkan Indonesia dapat mengalami resesi berkepanjangan. Namun, keadaan ini tidak boleh membuat masyarakat menyerah. Penurunan ekonomi Indonesia tidak separah negara-negara lain, bahkan masih lebih baik dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia. Pada kondisi krisis ini ada tiga pertanyaan, jelas beliau. Apa yang kita ingin lakukan saat ini? Apa yang bisa kita lakukan saat ini? Kondisi di saat kita tidak tahu harus melakukan apa? Ketidakpastian dalam kondisi krisis ini membutuhkan cara-cara kepemimpinan yang taktis. Gaya kepemimpinan secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu authoritarian, participative, dan delegative.

Di antara banyaknya jenis kepemimpinan yang dapat dibentuk, cara kepemimpinan ini perlu disesuaikan dengan situasi. Situasi pandemi Covid-19 ini seorang pemimpin harus dapat memiliki sikap 5C yaitu Calm, Confidence, Clarity, Care, dan Consistence. Dengan mengenali situasi, sikap, dan prioritas pemimpin di masa pandemi dapat disimpulkan gaya kepemimpinan yang sesuai pada masa krisis pandemi berdasarkan subordinate/bawahan. Gaya kepemimpinan authoriratian cocok digunakan untuk inexperienced dan capable subordinate karena keputusan langsung diambil terpusat oleh pemimpin, sedangkan expert subordinate dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan sehingga gaya kepemimpinan yang cocok adalah participate.

Gaya kepemimpinan pada masa krisis ini tentunya harus didukung oleh mitigasi risiko, good coorporate government, dan timeline teknis. Menutup materinya, Pak Irvandi mengutip John F Kennedy bahwa krisis merepresentasikan dua berkarakter, satu sisi yaitu bahaya sedangkan sisi lainnya adalah peluang.

WhatsApp Image 2020-09-23 at 14.41.13

Business Talk Series (BTS): Coping Behavior Individu dan Keluarga Terhadap Pandemi Covid-19

Bogor, 29 Juni 2020 – Sekolah Bisnis IPB  (SB-IPB) kembali menggelar Business Talk Series
(BTS) edisi ketujuh pada Senin (29/6). SB-IPB bekerjasama dengan fakultas Ekologi Manusia IPB University (FEMA IPB) berkesempatan menyelenggarakan Webinar Series kelima yang diselenggarakan oleh “Asian Association for Consumer Interest and Marketing” (AACIM) bekerjasama dengan London School of Public Relation (LSPR), Universitas Airlangga (UNAIR), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), STIE Perbanas, dan BPKN. Webinar ini mengangkat topik “Coping Behavior of Individual and Families Against Pandemi Covid-19 ”. Lima narasumber diundang dalam webinar ini, yaitu (1) Ir. Yahya Agung Kuntadi, MM menjelaskan tentang Quo Vadis The Rational Thinking in Covid19 Pandemic (2) Dr. Ir. Dwi Hastuti, M. Sc  menjelaskan tentang pembentukan karakter SDM di era TUNA (3) Dr. Megawati Simanjuntak, SP, M.Si mengangkat topik Strategi Coping Keluarga Indonesia Menghadapi Pandemi Covid-19 (4) Prof. Dr. Ir. Yosini Deliana , MS memaparkan tentang Pergeseran Pola Belanja Konsumen saat Pandemi Covid-19; dan (5) Dr. Yudha Heryawan Asnawi, MM yang menutup sesi webinar dengan pembahasan terkait Fakta Sosial saat Pandemi Covid-19 dari segi etika dan sudut pandang bisnis.

Webinar dibuka oleh pemateri mahasiswa S1 SB IPB yaitu Neldo dan Maria Jacklyn tepat pada pukul 08.30 WIB. Acara diawali dengan pemutaran video profil Business School, FEMA, dan AACIM kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah itu sambutan dari Prof. Dr. Noer Azam Achsani, MS selaku Dekan SB IPB dan Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc sebagai Presiden AACIM.

Selanjutnya webinar diambil alih oleh Moderator yaitu Hanif dan Fitry Primadona. Satu persatu pemateri diberi kesempatan selama sepuluh menit untuk menjelaskan materinya masing-masing, kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi yang diisi dengan beberapa pertanyaan dari peserta tentang setiap sesi.

Ir. Yahya Agung Kuntadi, MM menyampaikan bahwa aliran pemikiran yang dimiliki oleh manusia dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu rasional dan emosional. Pemikiran rasional bertumpu pada logika sebagai respons terhadap fenomena yang dianalisis dengan proses tertentu dan untuk sementara disusun pikiran emosional bertumpu pada perasaan yang dianalisis secara cepat dan tidak ada aturan baku. Pemikiran rasional dibutuhkan oleh manusia untuk mengambil keputusan di tengah kondisi yang tidak menentu. Inilah yang terjadi saat ini selama pandemi Covid-19. Selanjutnya Dr. Ir. Dwi Hastuti fokus pada dampak psikologis yang dialami keluarga akibat pandemi Covid-19. “Solusi menghadapi era baru adalah bagaimana menciptakan lingkungan yang bebas stres dan berusaha mengelolanya, merangsang otak dengan hormon bahagia, relaksasi dengan aktivitas motorik ringan, serta makan makanan yang baik. Selain itu, penting juga untuk dilakukan. membangun emosi positif dan menciptakan sumber kebahagiaan dalam keluarga karena emosi adalah energi untuk berkomunikasi, menyebarkan energi positif ke sekitar kehidupan keluarga dan masyarakat, ”ujarnya. Megawati Simanjuntak SP, M.Si mengatakan keluarga merupakan bagian terkecil yang terdampak Covid-19, terutama dari sisi kondisi ekonomi atau pendapatan. Perubahan yang terjadi menyebabkan banyak pekerja di-PHK atau di-PHK. Berdasarkan data dari SEMRU Research Institute Telah terjadi peningkatan persentase keluarga miskin di Indonesia akibat pandemi Covid-19 dari 8,2% menjadi 15,4%, selain itu perasaan kekeluargaan juga menunjukkan hasil yang lebih buruk. harus melakukan strategi coping dengan membatasi pengeluaran dan menambah aliran pendapatan, ”ujarnya.

Prof. Dr. Ir. Yosini Deliana, MS mengatakan pergeseran pola belanja tersebut disebabkan oleh faktor perekonomian yang terganggu oleh PHK. “Pola pengeluaran berbagai jenis konsumen selama pandemi ini dapat dilihat dari aspek pendapatan, produk yang dibeli, cara berbelanja, dan fokus barang yang dibeli. Antar generasi juga memiliki kesukaan masing-masing. Namun, ada hal-hal yang menjadi penyebabnya. jangan berubah di era baru, misalnya harus ada nilai pengalaman, keinginan mendapatkan harga yang wajar, serta mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya, ”jelasnya. Sementara itu, Dr. Yudha Heryawan Asnawi mengatakan ekspansi pasar virtual menyebabkan dekonstruksi pasar bergeser dari bursa sukarela menjadi bursa ambiguitas, sehingga menciptakan pasar yang koersif atau “pasar paksa” dan penguatan kekuatan yang menekan ketahanan konsumen. Oleh karena itu, aturan atau lembaga yang memelihara moral dan etika dalam berbisnis yang memenuhi tiga hal, yaitu keberadaan manusia pendukung, sistem sosial, dan ruang kehidupan. Webinar tersebut diakhiri pada pukul 11.30 dengan pernyataan penutup dari Prof. Ujang Sumarwan selaku presiden AACIM

 

WhatsApp Image 2020-06-09 at 15.12.21

Strategi Ketahanan Pangan di Era New Normal Pandemi Covid 19

Jakarta, 9 Juni 2020—Badan Keahlian DPR RI dan Sekolah Bisnis IPB University (SB-IPB) bekerja sama mengadakan Webinar yang mengusung topik “Strategi Ketahanan Pangan di Era New Normal Pandemi Covid 19” pada Selasa (9/6), membahas mengenai pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak bulan Februari 2020 telah berdampak pada berbagai sektor, salah satunya sektor pertanian karena merupakan sektor yang melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar masyarakat seperti kebutuhan pangan yang meliputi pertanian pangan, ternak, sayuran dan buah buahan, serta perkebunan. Sektor pertanian menjadi sangat penting pada masa pandemi Covid-19 karena berkaitan erat dengan ketahanan pangan.

Dalam webinar ini menghadirkan para narasumber, yaitu 1) Menteri Pertanian RI, Dr. Syahrul Yasin Limpo yang mengangkat topik tentang “Kebijakan Pemerintah dalam Menjamin Ketahanan Pangan Di Era New Normal Pandemi Covid 19; 2) Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, SE berbicara seputar tentang “Implementasi Fungsi Pengawasan dan Legislasi DPR RI dalam Menjamin Ketahanan Pangan Di Era New Normal Pandemi Covid 19”; dan 3) Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, SP., M.Si. menyampaikan topik tentang “Inovasi Perguruan Tinggi Untuk Menjamin Ketahanan Pangan Di Era New Normal Pandemi Covid 19”. Bertindak sebagai moderator yaitu Dekan SB-IPB, Prof. Dr.Ir. Noer Azam Achsani, MS. Webinar ini terbuka untuk umum dan dihadiri oleh berbagai stakeholder yang terdiri dari legislatif, eksekutif/pemerintah, dosen, mahasiswa, praktisi bisnis, dan masyarakat dengan berbagai jenis profesi.

Ketahanan pangan menjadi salah satu hal yang penting pada saat pandemi Covid 19 karena dapat mengakibatkan berbagai permasalahan di antaranya terganggunya produksi, distribusi, dan konsumsi kebutuhan pokok akibat diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar dan larangan perjalanan bagi masyarakat. Kondisi ini dapat memicu kekhawatiran jika Indonesia akan mengalami krisis pangan. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Organisasi Pangan Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) yang menyampaikan akan adanya ancaman kelangkaan pangan di masa pandemi Covid 19.

”Terdapat 3 agenda utama pada masa pandemi Covid 19, yaitu pertama agenda darurat/jangka pendek yang terdiri dari stabilitas harga pangan termasuk pengendalian harga, fasilitas pembiayaan petani dan padat karya pertanian; yang kedua adalah agenda temporary/menengah diversifikasi pangan lokal, supporting daerah-daerah defisit dan antisipasi kekeringan; dan yang ketiga agenda permanen/jangka panjang yakni ekstensifikasi tanaman pangan, peningkatan produksi per tahun, pengembangan korporasi petani dan pengembangan para petani milenial,” ujar Menteri Pertanian.

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian diketahui perkiraan ketersediaan pangan strategis nasional untuk bulan Maret hingga Agustus 2020 yakni untuk beras tersedia 25,6 juta ton dari kebutuhan 15 juta ton; jagung sebanyak 13,7 juta ton dari kebutuhan 9,1 juta ton; bawang merah tersedia 1,06 juta ton dari kebutuhan 701.482 ton; dan cabai besar tersedia 657.467 ton dari kebutuhan 551.261 ton. Selanjutnya, daging kerbau/sapi tersedia 517.872 ton (290.000 ton diantaranya berasal dari impor) dari kebutuhan 476.035 ton; daging ayam ras 2 juta ton dari kebutuhan 1,7 juta ton; minyak goreng 23,4 juta ton dari kebutuhan 4,4 juta ton; dan stok gula pasir yang terdapat di gudang distributor sebanyak 159.000 ton. Meskipun berdasarkan data Kementerian Pertanian stok pangan nasional mengalami surplus namun hal ini bukan berarti Indonesia terbebas dari ancaman krisis pangan. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 belum pasti kapan akan berakhir.

Dalam rangka menjamin ketahanan pangan di masa pandemi Covid 19 di Indonesia, Pemerintah telah menyiapkan berbagai strategi seperti memantau stabilitas harga kebutuhan pokok agar tidak meroket dan meningkatkan produksi pangan nasional berbasis pertanian rakyat serta keberpihakan kepada petani kecil. Untuk mewujudkan hal ini Pemerintah melakukan realokasi anggaran yang lebih besar untuk dialokasikan pada bantuan benih/bibit, program padat karya, stabilisasi stok dan harga pangan, dan distribusi dan transportasi pangan.

Selain itu upaya lain yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menjamin ketahanan pangan yaitu memberlakukan new normal. New normal merupakan langkah yang diambil Pemerintah untuk memulihkan kehidupan sosial dan ekonomi. Penerapan new normal yang dilakukan oleh Pemerintah merujuk pada indikator yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) dengan beberapa penyesuaian berdasarkan kebutuhan Pemerintah.

”Sektor pertanian merupakan sektor strategis dan harus mendapatkan perhatian karena memiliki jumlah tenaga kerja yang besar, dimana produksi mengalami penurunan tetapi konsumsi tinggi. Tantangannya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan pangan masyarakat guna menjamin ketahanan pangan dan di sisi lain juga berperan terhadap pemulihan ekonomi,” ujar Ketua Komisi IV DPR.

Keberadaan perguruan tinggi menjadi sangat penting dalam pencapaian pembangunan pertanian di Indonesia karena perguruan tinggi dapat memberikan pandangan, pemikiran, dan masukan terhadap strategi kebijakan yang akan diambil oleh Pemerintah serta menciptakan inovasi yang mampu menjamin ketersediaan pangan di era new normal pandemi Covid 19.

”Stimulus ekonomi dan kemandirian pangan adalah penting untuk bertahan pada era pandemi Covid 19, solusi dalam ketahanan pangan adalah pengembangan produksi skala rumah tangga dan substitusi impor, IPB sudah dan akan terus melakukan pengembangan inovasi yang menggandeng para petani milenial dalam produksi pangan untuk menyuplai kebutuhan-kebutuhan pangan di kota-kota besar di seluruh Indonesia,” ujar Rektor IPB University.

Dokumentasi video https://www.youtube.com/watch?v=z6RVfUXFpk4

WhatsApp Image 2020-05-03 at 14.31.49

Upcoming Crisis: Business Cycle or Covid-19?

Sekolah Bisnis IPB menyelenggarakan Business Talk Series (BTS) secara daring dengan mengangkat tema Upcoming Crisis: Business Cycle or Covid-19?(10/5). Pembicara yang dihadirkan adalah Bapak Damhuri Nasution selaku Head of Research BNI Sekuritas dan Bapak Noer Azam Achsani selaku Dekan Sekolah Bisnis IPB. Selain itu, talkshow daring juga disiarkan langsung melalui akun Youtube Sekolah Bisnis IPB.

Talkshow daring dibuka oleh Bapak Ferry Ardiansyah selaku moderator pada pukul 10.00 WIB, dilanjut dengan sambutan sekaligus pengenalan SB IPB oleh Bapak Idqan Fahmi selaku Wakil Dekan Akademik SB IPB, pemaparan materi oleh narasumber, dan diskusi daring dengan peserta BTS #2.

Pemaparan pertama terkait ‘Pengenalan Analisis Siklus Bisnis dan Aplikasinya’ disampaikan oleh Bapak Damhuri Nasution selaku Head of Research BNI Sekuritas. Pria lulusan statistika IPB itu mengawali presentasinya dengan memperkenalkan teori ekonometrika dan time series sebagai alat proyeksi yang dapat digunakan dalam menganalisis siklus bisnis.

Analisis siklus bisnis bermanfaat untuk dijadikan sebagai bahan masukan dalam berinvestasi di pasar modal, masukan bagi sektor perbankan dalam ekspansi kredit dan potensi DPK, formulasi kebijakan yang counter cyclical, ekspansi usaha, dan launching produk baru bagi pelaku usaha. Dalam kesimpulannya beliau menyampaikan bahwa krisis memang tidak dapat dihindari namun dampak risikonya dapat dimitigasi.

Pemaparan kedua disampaikan oleh Bapak Noer Azam Achsani dengan topik ‘The Next Global Recession: Business Cycle or Covid-19?’ yang membahas terkait siklus bisnis, analisis siklus bisnis sebagai early warning system, Covid-19, serta langkah yang harus ditempuh pasca krisis dan pandemi Covid-19. Beliau menyampaikan bahwa siklus ekonomi berlangsung secara teratur dan berulang dari waktu ke waktu.

Hal tersebut memberikan sinyal kepada kita untuk memahami arah perekonomian (GDP) ke depan sehingga kebijakan/keputusan dapat dibuat dengan tepat. Perlambatan ekonomi sudah terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia sejak 2018 sebelum adanya pandemi Covid-19. Pelemahan ekonomi berdampak pada semua pihak, tidak terkecuali pada rumah tangga, UMKM, korporasi, dan sektor keuangan. Disimpulkannya, siklus ekonomi memang menuju krisis, Covid 19 membuat krisis datang lebih cepat dan lebih parah.

Sesi diskusi dan tanya jawab secara daring berlangsung sangat interaktif, peserta diskusi bahkan menyarankan agar SB IPB menginisiasi terbentuknya Business Cycle Center sebagai pusat analisis siklus bisnis di Indonesia. Hal tersebut disambut positif oleh Prof Noer Azam Achsani selaku Dekan SB IPB. Setiap krisis pasti ada akhirnya, stay safe everyone! (FK)