Tingkatkan Nilai Tukar Petani dengan Atsiri
Tingkatkan Nilai Tukar Petani dengan Atsiri
SB IPB, Bogor – Salah satu komoditas potensial untuk diekspor adalah atsiri (essential oil), yang juga menjadi sasaran para penjajah terdahulu. Indonesia menjadi salah satu produsen atsiri dunia seperti nilam, cengkeh, kayu manis, dan sereh wangi. M. Prayoga Sunandar, salah satu mahasiswa Magister Sekolah Bisnis IPB kelas pagi angkatan R63 menyadari hal tersebut dan melihat peluang untuk mengembangkan bisnis atsiri di daerah asalnya sekaligus yang menjadi daerah potensial atsiri yaitu Jambi.
Pendiri CV Jambi Sentra Herbalindo ini menyadari bahwa banyak lahan tidur yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh para petani. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya edukasi kepada para petani bahwa terdapat komoditas potensial lain selain kelapa sawit dan karet, yaitu atsiri. Di samping itu, nilai tukar petani (NTP) juga rendah sehingga sosok yang sering disapa Yoga ini akhirnya menggerakkan para petani di Jambi untuk menanam atsiri.
Bisnis rintisan yang sudah dijalankannya sejak tahun 2018 ini memiliki beberapa misi, salah satunya menumbuhkan kemandirian ekonomi dan meningkatkan ekonomi kerakyatan yaitu dengan meningkatkan NTP melalui penanaman komoditas atsiri supaya para petani memiliki pilihan alternatif untuk komoditas yang ditanam. Sebagai sociopreneur yang memiliki mimpi yang besar, tentu banyak risiko yang akhirnya harus dihadapi. Kendala utama yang harus dihadapi selain modal adalah terbatasnya pengetahuan para petani mengenai atsiri sehingga butuh edukasi yang lebih dengan tujuan supaya para petani tertarik menanam atsiri. Bagi para petani yang belum pernah menanam atsiri pun diberikan pendampingan penuh dalam proses penanaman atsiri sehingga mengurangi kekhawatiran para petani dalam melakukan penanaman.
“Investasi alat dan bahan juga masih menjadi kendala dan tantangan tersendiri yang saat ini kami coba untuk sinergikan karena tidak semua petani mampu membeli bibit dan alat seperti alat suling serta pemilihan varietas bibit yang benar di awal penanaman itu sangat penting,” ungkap Yoga. Berbagai solusi dilakukan supaya kendala dapat teratasi dengan baik. Yoga mengatakan bahwa yang terpenting dari bisnis ini bukan hanya kuantitas, tetapi kualitas. Salah satu solusi yang dihadirkan adalah alat untuk mengecek tingkat kualitas hasil produksi karena masih banyak petani yang terkecoh, menganggap hasil panennya kurang baik jika dihargai murah. Seluruh proses mulai dari sosialisasi, penanaman, produksi (penyulingan, pemanenan), hingga distribusi direncanakan dengan baik.
Di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang, mahasiswa program MM ini mengakui bahwa bisnisnya pun terdampak. “Beberapa pabrik sempat tutup tetapi sudah kembali normal sekarang. Kami akhirnya memutuskan untuk berjualan hand sanitizer yang memiliki tren meningkat tetapi dicampur dengan essential oil sehingga ada perbedaan,” tegasnya. Dengan berbagai kendala dan risiko yang ada, CV Jambi Sentra Herbalindo tetap bertahan walaupun fakta menunjukkan bahwa pasar luar negeri memiliki rasa ketidakpercayaan terhadap produk Indonesia. Hal ini justru membuat Yoga berpikir untuk mengembangkan jejak telusur (traceability) untuk setiap produk yang dihasilkan sehingga mengurangi adanya tindak kecurangan dan meningkatkan kepercayaan pasar luar negeri terhadap bisnis atsiri Indonesia.
“Kami yakin potensi ini besar melihat permintaan atsiri di Eropa semakin meningkat karena mereka memasuki masa aging population sehingga cenderung memilih produk yang alami. Kami juga memiliki sertifikasi organik yang sangat dibutuhkan untuk masuk pasar Eropa,” tegasnya.
Hingga saat ini, CV Jambi Sentra Herbalindo menjadi penyedia bahan baku (raw material) untuk industri-industri dengan 35 orang petani binaannya. Produk yang ditawarkan diantaranya sereh wangi, lemongrass, minyak sirih, dan nilam. CV Jambi Sentra Herbalindo juga sudah bekerja sama dengan Science and Techno Park IPB University yang bersedia membantu pengembangan bisnisnya. Untuk mencapai pasar ekspor, Yoga juga sedang mengikuti pendampingan program eksportir yang diadakan oleh Centre for the Promotion of Imports from developing countries (CBI) Belanda.
Keputusan Yoga untuk melanjutkan pendidikan Magister di SB IPB bukan tanpa tujuan. Beliau ingin meningkatkan pengetahuan mengenai strategi bisnis dalam bidang agroindustri yang sedang digelutinya, menambah relasi dengan teman baru dan dosen, serta mengetahui lebih dalam wawasan terkait bisnis secara global.
Di akhir wawancara, Yoga menyampaikan beberapa pesan untuk para pengusaha terutama yang baru memulainya. “Bisnis adalah seni, butuh proses yang panjang untuk meraih keberhasilan. Tentu banyak rintangan, tugas kita adalah memikirkan bagaimana dapat bertahan, konsisten, dan merencanakan strategi dengan baik,” katanya. Lalu, Yoga juga berpesan kepada semua yang berminat bisnis di bidang ekspor, “Indonesia memiliki banyak komoditas potensial yang dapat diekspor, tetapi yang paling penting adalah kita mengetahui siapa buyer kita untuk meminimalisasi kendala di kemudian hari. Selain itu, kita juga harus mengetahui dengan benar regulasi di setiap negara, kebutuhan negara yang bersangkutan, dan menjaga relasi dengan teman atau kerabat di luar negeri.”