Profil Alumni: Herry Nugraha, S.Si, M.M

ivtzfavgjpq8nglwdqjr
Announcement

Profil Alumni: Herry Nugraha, S.Si, M.M

Herry Nugraha atau yang kerap disapa Herry adalah salah satu pengusaha kelahiran Tanah Pasundan yang berkecimpung di bidang agribisnis. Start-up yang didirikan bersama 2 rekannya yaitu E-tanee berhasil masuk sebagai Top 9 Accelerate Gojek Batch 3. E-tanee adalah aplikasi yang fokus pada produk pangan dan pertanian. Berangkat dari masalah yaitu petani dan peternak yang kurang mendapatkan hak ekonomi secara baik. E-tanee adalah satu dari 8 unit usaha Perwiratama Group. Perwiratama Group adalah perusahaan yang berhasil dibangun secara terintegrasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir karena mencakup aktivitas bisnis dari hulu ke hilir. Tidak hanya sibuk mengurus bisnisnya, Herry juga dipercaya untuk bergabung dengan (Badan Usaha Milik Daerah) BUMD Jawa Barat sebagai salah satu narasumber pembinaan dan menjadi satu-satunya representatif dari IPB. Herry juga ingin berkontribusi untuk negara dengan turut mengevaluasi dan merencanakan roadmap ke depan. Sebelum menjadi pengusaha seperti sekarang, pria kelahiran Cianjur ini sempat bekerja di beberapa perusahaan sebelum akhirnya memutuskan untuk berwirausaha. Herry mengaku merasakan adanya turning point saat Herry mendapatkan tugas kerja ke Eropa. Pada saat itu, Herry juga memperhatikan budaya kerja masyarakat di sana dan tergerak untuk berwirausaha. Selain itu, motivasi Herry menjadi pengusaha adalah karena ingin hidup lebih bebas dan fleksibel. Jalan untuk menjadi pengusaha seperti sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa yang mempertemukan Herry dengan Cecep dan Sahid. Dengan niat dan dengan latar belakang yang saling melengkapi, mereka bertiga memutuskan untuk mendirikan Perwiratama Group.
Di balik kesuksesannya, pengusaha satu ini mengaku bahwa Sekolah Bisnis IPB ikut berperan dalam pembentukan pola pikir wirausaha, khususnya terkait competitive advantage dan kolaborasi. Dengan pola pikir yang telah diajarkan, dampaknya adalah paham terkait dealing with problem, kompetisi bisnis, cara memperlakukan seluruh stakeholder, dan memudahkan dalam membuat value pada bisnis serta memperhatikan setiap aspek dalam value chain nya. “Salah satu mata kuliah yang paling saya rasakan penting diterapkan dalam bisnis adalah tentang competitive advantage nya Michael Porter. Untuk bisa bersaing dengan bisnis lain, kita harus punya strong point untuk membedakan produk kita dengan produk lain yang sejenis,” katanya. Dalam membangun bisnis bagi pemula, Herry menyarankan untuk fokus dan menjalankan bisnis secara kolaborasi. Herry sempat mengalami beberapa kegagalan dalam berbisnis seperti kafe dan pabrik pizza karena tidak fokus dan segala sesuatunya diurus seorang diri. Namun, hal tersebut tidak dijadikan sebagai hambatan untuk memulai bisnis.
“Do it whenever it’s possible. Bisnis itu mudah asal tahu caranya. Beneran,” ungkapnya sembari tersenyum. Sebagai salah satu alumni Sekolah Bisnis IPB, Herry berharap para mahasiswa memperbesar jaringan koneksinya. “Tapi, kalau memang belum siap membangun bisnis, bisa kerja dulu dengan niat belajar dan jadikan pengalaman tersebut bekal saat mulai berbisnis. Because, the real business is in the working place, not in campus.” Walaupun sekarang bisnisnya sudah semakin bersinar, Herry masih mengingat dukanya saat baru akan mulai berbisnis karena pada hakikatnya setiap bisnis pasti akan mengalami fase yang tidak mulus. “Kalau dalam berbisnis, biasanya kita melalui 4 tahap. Forming atau pembentukan adalah tahap awal. Setelah itu ada yang namanya tahap storming atau tahap chaos bisnis, biasanya pada tahap ini pelaku bisnis diuji apakah dapat mengatasi masalah atau menyerah di tengah jalan. Jika bisa melewati tahap ini, tahap selanjutnya adalah norming atau normal. Setelah itu baru ke tahap performing atau growth.”
Herry mengatakan bahwa tahap storming adalah tahap dimana dapat membedakan entrepreneur dan non-entrepreneur dari mentalitasnya. Sifat yang harus dimiliki entrepreneur itu diantaranya: drive (punya energi besar untuk tumbuh), determination (harus yakin apa yang dilakukan), persistent (gigih dalam berusaha), dan resilience (tahan banting terhadap masalah apapun). Untuk menyelesaikan masalah di tahap storming harus rasional dan profesional. Herry memiliki prinsip yang selalu diterapkannya yaitu ‘Think Big, Act Big’. “Kalau bisnisnya mau besar, berpikirnya juga harus besar. Kalau bisnis kita masih pemula tapi punya pola pikir besar, lambat laun bisnisnya akan menyesuaikan. Pun kalau ingin bekerja sama juga sekalian dengan pemain-pemain besar karena kita harus melakukan langkah-langkah yang besar,” ungkapnya. “Seperti E-tanee yang sampai hari ini masih ingin dikembangkan lebih besar lagi, maka dari itu kita juga kerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar dan juga institusi keuangan yang besar,” lanjutnya.
Bagi Herry, hal yang paling menantang dalam menjalankan bisnis adalah mengelola uang karena mengelola bisnis pasti juga bicara tentang mengelola cash flow. Dimulai dari modal yang kebanyakan orang menyerah saat tidak memiliki modal yang cukup untuk berbisnis. Saat diminta pendapat mengenai strategi finansial, Herry menjawab, “Kalau dari modal dasar bisnis, yang penting untuk diperhatikan adalah cash flow awal untuk memenuhi kebutuhan capital expenditure dan working capital, bisa didapat dari “orang lain” (use other people’s money, tapi non bank ya!), berbagai sumber contohnya pihak ketiga (masyarakat lewat sharing economy model), angel investor dan venture capital. Kalau untuk masalah mengelola keuangan, awal mulai berbisnis kita harus punya rencana yang clear sehingga cash flow dan laba ruginya sudah bisa diprediksi.”
Herry bersama kedua rekannya berhasil membawa Etanee berkembang lebih jauh dan pada bulan lalu juga berkesempatan mengikuti Demo Days di depan 15 venture capital lokal dan asing. Tidak hanya itu, Etanee juga akan berkolaborasi dengan ekosistem GoJek dan startup finalis lain ke growth stage berikutnya. Semua ini dapat tercapai karena para founders yang ‘Think Big, Act Big’. Secara social impact, E-tanee akan reshaping atau rekonstruksi industri pangan menjadi lebih berkeadilan dan spesifik pada agri-foods (produk pangan berbasis pertanian). Selain itu, E-tanee juga menyelesaikan masalah supply chain, memikirkan bagaimana produk yang bagus dapat sampai ke konsumen dengan harga wajar dan pelaku ekonomi di setiap rantai bisnisnya mendapatkan harga sesuai dengan usahanya. Jika dilihat secara finansial, ‘Think Big’ nya adalah untuk mendapatkan kekayaan secara cepat.
“Dalam berbisnis, kita tergantung dengan apa yang kita pikirkan dan lakukan. Jangan pernah punya inferiority syndrome karena setiap orang memiliki nilai lebih. Punya motivasi sendiri dan membangun semangat yang ada di dalam diri itu penting karena seorang pengusaha harus independen,” katanya. Kalimat motivasinya tersebut sekaligus menutup sesi wawancara.