CEO Forum: Mengapa dan Bagaimana Menghadapi Kesuksesan “Made In China” di Indonesia : Peluang dan Tantangan Usaha Akibat Implementasi ACFTA

Announcement

CEO Forum: Mengapa dan Bagaimana Menghadapi Kesuksesan “Made In China” di Indonesia : Peluang dan Tantangan Usaha Akibat Implementasi ACFTA

(Selasa, 9 Februari 2010), CEO Forum menghadirkan Calvin Andersen, MBA (General Manager Business Development PT. Smart, Tbk-Sinar Mas Group) dengan topik “Mengapa dan Bagaimana Menghadapi Kesuksesan “Made in China” di Indonesia : Peluang dan Tantangan Usaha Akibat Implementasi ACFTA”. Adanya pemberlakukan The ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)menimbulkan pro kontra di berbagai kalangan. Produk-produk China yang terkenal murah dengan julukan “Kitchen of the World” (dapur produksi dunia) menjadi hal yang dikhawatirkan sehingga dinilai merugikan dan mengancam kelangsungan industri nasional. Walaupun disisi lain tidak dapat disangkal pemberlakuan ACFTA ini memberikan peluang bagi para pengusaha untuk menembus pasar China. Kita dapat melihat dalam kondisi krisis pun pertumbuhan China masih tertinggi di dunia. Dengan cadangan devisa pada akhir tahun 2008 sebanyak USD 1.950 milyar (bandingkan dengan Indonesia yang memiliki USD 51 milyar) atau setara dengan 29% dari total cadangan devisa dunia, (Bisnis Indonesia, 23 Februari 2009), maka China akan terus mencari/memanfaatkan peluang untuk ekspansi bisnisnya walaupun dalam suasana ekonomi dunia saat ini yang belum menunjukkan kepulihan dari krisis finansial.

Calvin Andersen yang sudah tinggal lebih dari lima tahun di negeri tirai bambu ini memiliki arti dari rangkaian kata CHINA tersebut yang dapat mencerminkan keunggulan komparatif maupun kompetitif dari negara ini, yaitu C = Cheap Labor Cost (biaya tenaga kerja/buruh di China murah); H = Huge Market (1.3 billion customers), China memiliki pasar yang sangat besar; I = Investment Center for the World’s Factory (China merupakan pusat investasi pabrik dunia); N = Non-High Quality Products (produk-produk yang dihasilkan China relatif berkualitas rendah namun dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat); dan A = affordable price for all customers (harga yang ditawarkan dapat terjangkau). Adanya pemberlakuan ACFTA ini berdampak positif dan menguntungkan China sendiri. China bebas melakukan ekspor barang-barang ke Indonesia dan bebas pula melakukan investasi besar-besar di Indonesia. Ancaman adanya pemberlakuan ACFTA ini bagi Indonesia adalah 1) diperkirakan akan terjadi penggangguran yang cukup tinggi karena pabrik-pabrik melakukan de-industrialisasi sebagai langkah efisiensi untuk menghadapi kompetitor produk-produk China; 2)  investor-investor Indonesia  akan lebih banyak menanamkan modal di China dibandingkan di Indonesia (capital flight) akibat tidak dapat bersaing, 3) banyak kalangan yang menjadi importer produk-produk China dan 4) diperkirakan akan menimbulkan ketidakstabilan sosial. Bahkan M. Ikhsan Modjo, INDEP Director sudah memperkirakan sekitar 1 juta orang akan kehilangan pekerjaan di Indonesia akibat pemberlakukan ACFTA.

Disisi lain pemberlakuan ACFTA ini membawa peluang dan manfaat bagi Indonesia, yaitu masyarakat memiliki kemampuan untuk membeli produk-produk China yang relatif murah dan lengkap sehingga kebutuhan masyarakat akan terpenuhi. Disamping itu, adanya ACFTA ini mampu menurunkan tingkat inflasi di Indonesia dan memiliki kemudahan untuk melakukan ekspor ke negara China. Namun adanya peluang ini harus dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dengan menyertakan berbagai kebijakan yang melindungi industri-industri nasional, yaitu dengan  memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) kepada seluruh produk China yang masuk ke Indonesia melalui kerjasama antar departemen baik BPOM, Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan dan melakukan berbagai kerjasama dengan negara-negara lain dalam hal produksi produk-produk ekspor yang berorientasi Hi-tech sehingga memiliki nilai jual tinggi.