General Lecture “ Krisis Global : Bagaimana Kita Bersikap?” Oleh Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS
General Lecture “ Krisis Global : Bagaimana Kita Bersikap?” Oleh Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS
Sekolah Bisnis IPB menyelenggarakan kuliah umum khusus untuk komunitas SB-IPB dengan narasumber Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS (16/5). Beliau merupakan dosen di Sekolah Bisnis IPB, sekaligus praktisi yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan. Ada 132 pesertamengikuti kuliah umum bertema “CrisisGlobal: How Do We Act?”. Kegiatan dibuka dan dimoderatori oleh Prof. Noer Azam Achsani selaku Dekan Sekolah Bisnis SB IPB pada pukul 10.00 WIB dilanjutkan dengan penjelasan pemateri. Data diperlihatkan Pada awal pemaparan ekonomi dunia dan prediksi pertumbuhan ekonomi global 2020 akan cukup tangguh. Dr.Ir. Anny Ratnawati juga menyampaikan bahwa angka prediksi tersebut tidak pernah terjadi dimana hampir semua negara mengalami kontraksi ekonomi secara bersamaan.Pada proyeksi pertumbuhan Indonesia sendiri menunjukkan divergensi ditengah ketidakpastian yang diprediksi oleh berbagai institusi.
Dr.Ir. Anny sempat membahas krisis yang dialami Indonesia pada 1997-1998, 2011, dan 2018 sebagai bahan refleksi agar kita bisa merespon krisis saat ini dengan sebaik-baiknya. Data lebih lanjut menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi di hampir semua negara terutama di sektor jasa menunjukkan penurunan tajam pada Maret 2020. Data Volatility Index awalnya meningkat pada bulan Januari hingga Maret, mulai menurun pada bulan April yang menunjukkan volatilitas yang berkurang. Mudah-mudahan ini sinyal yang relatif stabil karena di beberapa negara, efek COVID-19 bisa dikendalikan. Data lain menunjukkan bahwa kenaikan inflasi di Indonesia tergolong sangat rendah yaitu sebesar 0,08 persen karena secara umum jika memasuki bulan Ramadhan dan mendekati Idul Fitri maka akan terjadi inflasi yang relatif tinggi.
Data menarik lainnya, neraca perdagangan Indonesia pada Maret mengalami surplus sebesar 743,4 juta Dolar AS. Surplus ini disebabkan oleh penurunan impor yang lebih cepat daripada ekspor. Dinyatakan pula bahwa kebijakan moneter dan fiskal perlu didorong untuk meningkatkan konsumsi, investasi, belanja negara, dan untuk menutupi kemungkinan ekspor neto yang tidak mencukupi dalam menggerakkan perekonomian. Penyesuaian APBN 2020 merupakan salah satu contoh bagaimana ekspansi fiskal dilakukan. Pelebaran defisit lebih dari 3 persen disebabkan oleh penurunan pendapatan negara, sedangkan belanja negara harus ditingkatkan terkait tanggap darurat. Dalam hal ini pemerintah telah mengimplementasikan counter syclical policy.
Lalu bagaimana kita bersikap atau menyikapi krisis COVID-19 ini? Agar tidak jatuh terlalu dalam, oleh karena itu stabilitas pangan harus menjadi kuncinya, termasuk ketersediaan, distribusi dan harga. Belajar Selanjutnya, dari krisis masa lalu, stabilitas politik harus dijaga, kelompok harus terjamin. Kelas bawah memiliki kebutuhan hidup dan pangan yang cukup, dan menjaga agar masyarakat kelas menengah tidak panik. Intinya, sebagai masyarakat yang baik, yang perlu dilakukan adalah menjaga kekebalan tubuh, gaya hidup, dan mengikuti aturan yang diberlakukan. Di akhir paparannya ia menegaskan bahwa suatu negara harus memiliki tiga ketahanan utama yaitu ketahanan pangan, energi dan air.
Sesi diskusi dan tanya jawab berlangsung sangat interaktif, berbagai permasalahan dibahas dan didiskusikan di Virtual Room Zoom. Di awal diskusi, Bu Anny memprovokasi dengan satu pertanyaan “apa hubungannya dengan deviden demografi yang mulai terjadi sekarang dengan puncaknya di tahun 2050? “. Diikuti dengan berbagai pertanyaan dari peserta mengenai krisis 2020, bonus demografi, pangan lokal, dana desa, risiko perbankan pada saat krisis, bantuan
Bantuan Langsung Tunai (BLT), untuk hal-hal yang berkaitan dengan ekspor-impor dan pemanfaatan sumber daya listrik lokal. Di akhir, disampaikan oleh Ibu Anny, “Mari kita tetap semangat dan percaya bahwa krisis ini akan segera terjadi berakhir dan mengandung kebaikan. Dengan kesulitan, harus ada kemudahan, tetap berpikiran positif