105494253_145975957104226_3985740247765642408_n

Business Talks Series #7: Coping Behavior Individu dan Keluarga Terhadap Pandemi COVID 19

Bogor, 29 Juni 2020 — Sekolah Bisnis IPB University (SB-IPB) kembali menyelenggarakan Business Talk Series (BTS) edisi ketujuh pada hari Senin (29/6). SB-IPB berkolaborasi dengan Fakultas Ekologi Manusia IPB University (FEMA IPB) berkesempatan menjadi host Webinar Series kelima yang diadakan Asian Association for Consumer Interest and Marketing (AACIM) yang bekerja sama dengan London School of Public Relation (LSPR), Universitas Airlangga (UNAIR), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), STIE Perbanas, dan BPKN. Webinar ini mengangkat topik “Coping Behavior Individu dan Keluarga Terhadap Pandemi Covid-19”.

Dalam webinar ini diundang lima pembicara, yaitu (1) Ir. Yahya Agung Kuntadi, MM memaparkan perihal Quo Vadis The Rational Thinking in Covid19 Pandemic (2) Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc berbicara tentang membentuk karakter SDM di era TUNA (3) Dr. Megawati Simanjuntak,

SP, M.Si mengangkat topik mengenai Strategi Coping Keluarga Indonesia Menghadapi Pandemik Covid-19 (4) Prof. Dr. Ir. Yosini Deliana, MS menjelaskan tentang Pergeseran Pola Belanja Konsumen di Masa Pandemi Covid-19; dan (5) Dr. Yudha Heryawan Asnawi, MM yang menutup sesi webinar dengan pembahasan terkait Fakta Sosial di Masa Pandemi Covid-19 dari sudut pandang etika dan bisnis.

Webinar dibuka oleh pembawa acara dari Mahasiswa S1 SB IPB yaitu Neldo dan Maria Jacklyn tepat pukul 08.30 WIB. Acara dimulai dengan menampilkan video profil Sekolah Bisnis, FEMA, dan AACIM lalu dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah itu, sambutan oleh Prof. Dr. Noer Azam Achsani, MS selaku Dekan SB IPB dan Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc selaku Presiden AACIM. Setelahnya, webinar diambil alih oleh Moderator yaitu Hanif dan Fitry Primadona. Satu persatu pembicara diberikan kesempatan selama sepuluh menit untuk memaparkan materinya masing-masing, kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi yang diisi dengan beberapa pertanyaan dari peserta pada masing-masing sesi. 

Ir. Yahya Agung Kuntadi, MM mengatakan bahwa alur pikiran yang dimiliki oleh manusia ini dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu rasional dan emosional. Pikiran rasional bersandar pada logika dalam menanggapi fenomena yang dianalisis dengan proses tertentu dan tertata sementara pikiran emosional bertumpu pada perasaan yang dianalisis secara cepat dan tidak ada aturan bakunya. Pemikiran rasional dibutuhkan manusia untuk membuat suatu keputusan di tengah kondisi yang tidak pasti seperti halnya pada kondisi saat ini di masa pandemi Covid-19.

Selanjutnya, Dr. Ir. Dwi Hastuti berfokus pada dampak psikis yang dialami keluarga yang juga dihasilkan oleh pandemi Covid-19. “Solusi untuk menghadapi era baru adalah bagaimana membuat lingkungan bebas dari stres dan mencoba memanajemen hal tersebut, menstimulasi otak dengan hormon bahagia, relaksasi dengan aktivitas motorik yang ringan, juga mengonsumsi makanan yang baik. Selanjutnya, penting juga membangun emosi positif dan menciptakan sumber-sumber kebahagiaan dalam keluarga karena emosi adalah energi berkomunikasi, menyebarkan energi positif di sekitar kehidupan keluarga dan masyarakat.” Ungkapnya.

 Megawati Simanjuntak SP, M.Si menyampaikan bahwa kelurga merupakan unit terkecil yang terdampak covid-19, utamanya dari kondisi ekonomi atau sisi pendapatan. Perubahan yang terjadi menyebabkan banyak tenaga kerja yang dirumahkan atau PHK. “Berdasarkan data dari SEMRU Research Institute pada terjadi peningkatan persentase keluarga miskin di Indonesia akibat pandemi Covid-19 dari 8,2% menjadi 15,4%, selain itu perasaan keluarga juga menunjukkan hasil semakin buruk. Oleh sebab itu, setiap keluarga harus melakukan coping strategy dengan cara membatasi pengeluaran dan menambah aliran pendapatan” Ujarnya.

Prof. Dr. Ir. Yosini Deliana, MS mengatakan bahwa pergeseran pola belanja disebabkan oleh perekonomian yang terganggu akibat adanya PHK. “Pola belanja berbagai tipe konsumen saat pandemi ini dapat dilihat dari aspek pendapatan, produk yang dibeli, cara belanja, dan fokus barang yang dibeli. Antar generasi pun memiliki preferensi masing-masing. Namun, ada hal-hal yang tidak berubah di era baru misalnya harus ada experiential value, keinginan memperoleh harga yang fair, dan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan.” Jelasnya.

Sementara itu, Dr. Yudha Heryawan Asnawi mengatakan bahwa virtual market yang semakin meluas menyebabkan terjadinya market deconstruction yang mengalami pergeseran dari voluntary exchange menjadi ambiguity exchange, sehingga menciptakan coercive market atau “pasar yang dipaksakan” dan power reinforcement yang menekan resiliensi konsumen. Oleh karena itu, diperlukan aturan atau lembaga yang menjaga moral dan etika pada bisnis yang memenuhi tiga hal yaitu mendukung eksistensi manusia, sistem sosial, dan space of live. Webinar berakhir pada pukul 11.30 dengan closing statement dari Prof Ujang Sumarwan selaku presiden AACIM. (Faa/FK)