CEO Forum: Hybrid Micro financing

(Ruang Mahoni MB-IPB, 24/01/2012), CEO Forum ini menghadirkan Dr. B.S Kusmuljono, MBA yang menjabat sebagai Chairman CPR- Indonesia, Komisaris Bank BNI dan Ketua Komnas Keuangan Mikro dengan menyampaikan topik tentang “Hybrid Microfinancing” . Hybrid microfinance itu sendiri adalah sistem perkuatan permodalan bagi usaha mikro melalui mekanisme pemaduserasian (sinergi) sumber-sumber pembiayaan dari dana masyarakat pada perbankan dengan dana pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan serta perluasaan lapangan pekerjaan utamanya bagi Rumah Tangga Sasaran (RTS). Keberhasilan KUR Mikro telah dibuktikan mampu menjangkau usaha mikro dan rakyat kecil, sebagai pembuktian bahwa skim penjaminan KUR Mikro tersebut telah sahih dan terus patut dilanjutkan. Tetapi aksesabilitas kaum tani dan nelayan ternyata belum mampu mendorong permintaan ataupun realisasi KUR Mikro ke sektor pertanian. Setelah dilakukan observasi lapang, masalah utamanya adalah bunga KUR – Mikro masih dipandang tinggi untuk sektor pertanian. Bunga tinggi tersebut oleh perbankan dianggap rasional karena risiko di sektor usaha pertanian termasuk tinggi.

Penerapan Hybrid microfinance dapat melalui Kredit Usaha Mikro Pertanian (KUMP). Kunci Keberhasilan KUMP dapat dilihat dari 4 sisi yaitu : 1) Dari sisi BANK : Adanya jaringan karena pada dasarnya bank penyalur harus berada di tengah-tengah calon debitur (community based); Sumber daya manusia perlu kompetensi dan budaya yang spesifik, punya komitmen serta mencintai UMKM sektor Pertanian; Sistem perlu dibangun untuk mengurangi biaya transaksi sehingga lebih efisien, transparan, sederhana dan nyaman (convenient) bagi debitur. 2) Dari sisi CALON DEBITUR / SEKTOR RIIL : Pembinaan (technical assistance) perlu karena calon debitur pada dasarnya belum bankable (persiapan status legal, administrasi, teknik produksi, kepastian pasar), yang bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, Perlu bekerjasama dengan  Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) UMK atau Tenaga Pendamping UMK, lembaga rating LKM dan pihak-pihak lainnya, Perlu alokasi dana PKBL terutama porsi hibah untuk operasional training dan pembinaan calon dan debitur KUMP. 3) Dari sisi LEMBAGA PENJAMINAN : Perlu komitmen pemerintah dalam mengalokasikan dana APBN bagi Lembaga Penjaminan yang memadai dalam kuantitas dan berjangka panjang sesuai dengan jangka waktu KUMP (10 tahun), Merintis pendirian Lembaga Penjamin Kredit Daerah (LPKD) dengan  diampu  oleh Askrindo dan Jamkrindo dan mendorong Pemda untuk mereplikasi Sistem KUMP  di daerah dengan dukungan dana dari APBD. 4) CARA PENYALURAN : Penyaluran KUMP dapat dilaksanakan secara langsung (bank kepada debitur) dan secara tidak langsung (linkage dengan lembaga keuangan mikro/LKM) serta pendekatan kemitraan inti plasma (cluster). Dengan pendekatan linkage tersebut maka dimungkinkan penyaluran KUR dapat menjangkau calon debitur yang berada di remote area dan size-nya mikro. Untuk itu perlu kerjasama dengan lembaga rating LKM independen untuk memperoleh LKM yang baik. Dengan pendekatan kemitraan dimungkinkan penyaluran KUMP menyentuh bidang pertanian secara massal dengan jumlah relatif signifikan.